Monday, November 7, 2011

Cinta tak pernah Salah

Indri, gadis dengan kulit sawo matang yang sangat periang, ramah, dan mudah bergaul dengan siapa saja. Karena cita-citanya untuk menjadi gadis yang mandiri dan keinginanya untuk membahagiakan kedua orang tuanyalah yang membuatnya rela dan penuh tekad meninggalkan desa tercintanya Banyumas ke Singapura.

Fia, gadis ayu dengan postur tubuh yang sangat proposional. Kulitnya putih, rambutnya hitam legam dan indah, dua lesung pipit yang terlihat saat dia terseyum membuat jantung lawan bicara berdecak kagum. Sangat manis. Meskipun terkadang dia gampang tersinggung tetapi dia adalah type pemaaf. Dia berasal dari keluarga yang kaya tetapi dia senang untuk berpetualang dan hal-hal yang menantang dirinya, salah satunya adalah bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita ke luar negeri dengan profesi sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT). Negara Singapura inilah pilihanya.

Andika, pria dengan postur yang gagah, mata sayu yang meneduhkan membuat siapa saja yang memandang merasa sejuk dan nyaman. Jiwanya yang rendah hati dan suka menolong serta pemaaf membuat dia sangat disukai semua teman-temanya. Jenjang pendidikan yang memadai dan keterampilan yang dimilikinya membuatnya dengan mudah mendapatkan kerja di negara Singa ini.

Indri Fia dan Andika ketiganya bertemu dan saling mengenal setelah sama-sama terlibat dalam pagelaran seni budaya yang di adakan KBRI setempat. Seiring berjalanya waktu mereka begitu cocok hingga dengan mudahnya tercipta keakraban diantara mereka, kini mereka adalah sahabat yang sama-sama saling membutuhkan dan melengkapi.  Setiap ada kesempatan di hari libur mereka selalu menyempatkan diri untuk bertemu walau hanya beberapa saat. Saling bersandar satu sama lain, saling menguatkan, saling berbagi dan saling menerima.
                                                               ------()-------
"Dika, ini untukmu," Indri menyerahkan kotak ungu dengan hiasan pita berwarna putih yang sudah di persiapkan beberapa hari yang lalu, "selamat ulang tahun Dika," lanjutnya.

"Wow, terimakasih Indri. Kamu memang satu sahabatku yang paling mengerti apa yang aku mau termasuk kado di hari jadiku," gurau Andika sambil tertawa. Serentak di cubitnya pipi Indri yang kontan membuatnya tersipu.

Ada getar yang dirasa. Darahnya seolah berdesir hangat mengalir di sekujur tubuhnya. Perasaanya menjadi hangat, membuatnya melayang mengitari taman asmara yang penuh dengan bunga-bunga cinta. Indah.

"Hi, selamat pagi semua!" Andika sayang selamat ulang tahun! Fia datang dan langsung nyelonong memeluk Andika dan mendaratkan ciuman di kedua pipi Andika. Meski tergolong biasa tetapi kali ini ada satu hati yang tiba-tiba tidak nyaman dengan semua itu. Indri cemburu. 
"Iya, ini kado untukmu kamu pasti memang mengharapkanya kan hehehhe," dengan candaanya Fia menyerahkan kotak putih dengan hiasan pita berwarna ungu yang sangat cantik. 

"Lho, kok kalian bisa senada begini ya? pasti sudah di rencana iya kan?" kata Andika seraya menunjukkan kado yang di dapatnya dari Indri dan Fia. "Kalian memang sahabatku yang paling super, sangat tahu tentang seleraku. Terimakasih Indri, Fia kalian adalah kado yang sangat istimewa buatku. Dika sayang sama kalian berdua," ketiganya saling berpandangan dan tawa ceriapun kembali pecah.
                                                             --------()-------
Indri menghempaskan tubuhnya ke pembaringan. Matanya menerawang menyapu langit-langit kamarnya yang sempit. Tiba-tiba saja perasaanya menjadi gelisah mengingat apa yang sudah dia utarakan bersama kado ulang tahun yang di hadiahkanya. Rasa takut tiba-tiba menyelinap di hatinya membayangkan Andika marah dan akan meninggalkanya hingga bukan cinta yang didapatnya tetapi juga hubungan persahabatan yang selama ini mereka bina akan hancur. Indri memejamkan matanya bulir-bulir bening itu pecah dan terjuntai di ujung matanya. Semburat sesal kini merasuki jiwanya.

Fia menatap bayangan dirinya melalui cermin yang berada di dalam kamarnya. Serasa ingin marah kepada dirinya sendiri yang sudah dengan berani mengungkapkan perasaanya yang belum dia sadari adakah itu benar-benar atau hanya luapan emosi sesaatnya tanpa memikirkan hubungan persahabatanya selama ini. Perasaan yang tiba-tiba ada dan membuatnya gelisah atas sosok sahabatnya sendiri, Andika. Dia mengepalkan tanganya sorot matanya tajam menatap bayangan dirinya di cermin. Semburat sesal berwujut amarah yang kini dia temukan.

Andika geleng-geleng kepala setelah membuka kado dari kedua sahabatnya Indri dan Fia. Dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang di sampaikan oleh kedua sahabatnya tentang perasaan mereka terhadap dirinya. Tidak pernah terbayang sedikitpun di benaknya bahwa kedua sahabatnya menyimpan perasaan yang bisa saja memutuskan persahabatan mereka selama ini. Apalagi ini adalah kedua-duanya. Andika bingung meski harus bagaimana. Tidak mungkin dia akan menerima salah satu dari mereka, bukan karena apa tetapi persahabatan bagi Andika jauh lebih indah di banding ikatan sebagai seorang kekasih. Meski semua itu mempunyai tempat dan porsi masing-masing.

Semenjak saat itu beberapa hari ketiganya tidak saling memberi kabar, tidak pernah sms ataupu telepon. Mereka saling diam seolah saling menunggu yang lain untuk memulai berbicara dan saling menyapa hingga Sabtu menjelang. Andika yang merasa sudah tidak nyaman segera mengirimkan sms kepada Indri dan Fia untuk beretemu di hari Minggu.
"Besuk kita ketemuan di tempat biasa jam 11 ok! see You," sms singkat yang di kirim Andika kepada Indri dan Fia.
                                                               -------()------
Andika yang sudah sampai terlebih dahulu terlihat asik menikmati segarnya udara pagi di pinggir pantai Eas Cost. Deburan ombak yang berkejaran membelai pantai seolah mengerti gundah di jiwa Andika. 
Di kejauhan sudah terlihat Indri dan Fia dengan girang mendatangi Andika dengan sepatu rodanya. 
"Dika, Ayuk kita main dulu," teriak Indri sambil melambaikan tangan mengajak Andika.
"Gak ah, kalian saja trus langsung kesini," tolak Andika.
Akhirnya Indri dan Fia meluncur dengan sepatu rodanya bersama. Setelah satu putaran mereka berdua menghampiri dimana Andika berada.
"Nih, minum!" Andika menyerahkan minuman kepada Indri dan Fia. 
Setelah Andika rasa cukup buat kedua sahabatnya untuk istirahat dia segera membuka pembicaraan.

Andika beranjak mengambil duduk di antara Indri dan Fia. Keadaan tiba-tiba sedikit menegang, Indri dan Fia terlihat gelisah mereka sama-sama tidak mengetahui bahwa mereka berdua mempunyai perasaan yang sama dengan satu sahabatnya tersebut.

"Indri, Fia, Dika ucapkan terimakasih banyak atas kado yang kalian berdua. Sungguh Dika suka banget tetapi ada hal yang membuat Dika sedih. Bukan aku tidak suka ataupun apa tetapi semua membuat aku tidak nyaman. Aku yakin tanpa aku katakan secara gamblang kalian berdua tahu apa yang saya maksudkan," serentak Indri dan Fia saling berpandangan, "kalian berdua adalah sahabatku. Aku sayang kepada Kalian berdua meski bukan sebagai pasangan kekasih tapi rasa itu jauh lebih indah rasanya. Jauh lebih berarti. Aku tidak mau hanya karena itu hubungan persahabatan yang sudah kita bina selama ini hancur. Aku ingin kalian berdua tetap menjadi sahabatku, seperti kemarin, hari ini, besuk dan selamanya. Mau kan kalian tetap bersahabat dan menepis perasaan ego Kalian terhadapku, Indri, Fia?" lanjut Andika seraya memandang Indri dan Fia bergantian.

Indri dan Fia tertunduk setelah beradu tatap dengan Andika. Air mata keharuan tiba-tiba hadiar mengurai kebekuan diantaranya, larutkan rasa, cairka ego. 

"Dika, maafin Indri."
"Dika, maafin Fia juga"
"Dika sayang sama kalian berdua. Kalian adalah sahabat terbaikku."

Ketiganya saling berpelukan, keharuan tercipta. Kini ketiganya akan tetap menjadi sahabat. Mereka sadar tidak selamanya rasa cinta yang terkadang hadir tanpa di sadari dan tanpa di minta bisa menjadi kebahagiaan buat mereka, tetapi bisa sebaliknya karena terkadang tanpa disadari rasa itu hanyalah luapan emosi sesaat yang bisa jadi menjadi awal sebuah kehancuran Tetapi bagaimanapun kehadiran cinta tidak perah salah karena rasa itu tetap suci selagi ia tumbuh dari hati tanpa nafsu.

                                              ------ T A M A T --------





No comments: