Tuesday, October 11, 2011

Pelangi Hati

"Aira Tunggu! Aira.......!"

Aku semakin mempercepat langkahku melangkah meningglkan pusat perbelanjaan yang ada di komplek kampung cina itu, setengah berlari aku menuju stasiun MRT (kereta) terdekat. Suara Reno yang terus memanggil-manggil namaku tidak aku hiraukan.

Aku terus menyelinap di antara ratusan orang di tempat itu. Aku ingin Reno tidak akan bisa mengikuti aku saat ini. Sikap dia yang sudah bikin hatiku kesal semakin membuat aku semakin bosan dengan keadaan ini. Aku semakin jengah dan merasa tidak nyaman lagi.

Tepat saat aku sampai di stasiun kereta, pintu kereta terbuka aku segera lari masuk dan langsung pintu tertutup dan kereta melaju. Aku merasa lega karena aku yakin Reno kehilangan jejakku.

Aku menuju bangku yang kosong yang berada di sudut dekat pintu belakang. Ku sandarkan tubuhku sesaat ku tarik nafas dalam-dalam dan menghempaskanya perlahan. Mataku terpejam mencoba menetralisir gemuruh rasa yang menyesakkan dada.

Mataku terasa panas tiba-tiba, seolah butiran bening yang berada di sudutnya tak bisa terbendung. Sekuat jiwa aku berusaha tenang.
*******

"Aira! kamu sendirian?"
Suara seseorang mengagetkanku, seketika lamunanku membuyar. Aku kaget luar biasa dan mengira Reno yang bersuara.
"Aira, kamu kenapa sih kok kaget begitu?"

"Fia, kamu ngagetin saja dech."
"Yee lagian di MRT kok melamun saja kalau kelewatan gimana? kamu mau kemana?"
"Gak tahu. Gak ada tujuan."
"Kok? kamu sendirian? tumben, Reno kemana?"
Aku hanya menggeleng mendengar pertanyaan Fia temanku itu.

"Fia, ikut aku yuk?"ajakku serius
"Kemana?"
"East Cost....pingin main air. Mau ya!"
" hmmm ok, karena pasti saat ini kamu ladi dongkol jadi aku temenin kamu " jawab Fia sambil nyengir. Aku tersenyum lega mendengar dia bersedia menemaniku.
********

Deburan ombak di pantai East Cost seperti gelora dalam hatiku. Gelombang menggulung siap menghempas karang yang menghadang, walau masih tersisa obak yang membelai pantai dan akhirnya meninggalkanya kembali.

Amarah dan kekesalanku atas sikap Reno yang selalu mau menang sendiri tidak juga bisa membuat aku membencinya. Aku mencintainya tulus dari hatiku. Tidak pernah punya alasan karena dia begini ataupun begitu.

Walau sering rasanya aku marah dan melampiaskan kekesalanku tetapi aku hanya ingin dia tahu dan memahami bahwa dia adalah seorang laki-laki yang mempunyai fungsi melindungi kekasihnya bukan sebaliknya.

Rumah pasir yang aku cipta hanya bisa sesaat terlihat karena ombak datang dan merampasnya. Aku tidak peduli. Ku cipta dan kubangun kembali, meski akhirnya lagi-lagi ombak mengambilnya.

Seperti rasa di jiwaku untuk Reno. Walau sering kali hati ini dibuat kecewa, sering kali dia memaksa butiran bening ini menjadi rinai yang setia, cintaku tak pernah mati.

Hari beranjak senja. Langit mendung sepertinya mau hujan. Rinai gerimis mulai tercipta. Aku tetap duduk di tempatku mencipta rumah pasir sendiri sementara Fia sepertinya asik dengan kekasihnya sendiri.

Kaki hujan yang mulai menampar wajahku tidak aku hiraukan. Aku semakin asih. Aku menikmati setiap titik rinai yang membuat basah ragaku. Aku ingin hujan kali ini sekaligus mengguyur hatiku dan menenggelamkan semua amarah yang ada. Aku ingin tersenyum aku ingin melupakan semua yang terjadi hari ini.

Saat hujan mulai reda matahari masih setia. Begitulah adanya. Sedih tak akan selamanya, masalah ada penyelesaianya, semua datang dan pergi untuk pembelajaran. Hangatnya mentari terasa sampai di jiwaku. Hujan kali ini benar-benar bisa menenggelamkan kesedihanku. Kini aku bisa tersenyum, senyum yang sempurna seperti kesempurnaan senja kali ini.

Senyummku semakin merekah saat terlihat di unung pantai terhias oleh tujuh warna garis melengkung yang indah. Pelangi senja yang di hadirhkan oleh bias mentari kali ini sungguh indah. Menjadikan senja hari ini menjadi senja yang terindah. Aku tersenyum seketika aku melihat wajah Reno nampak diantara warna pelangi yang ada. Reno pelangi hatiku yang terkadang memberi indah walau terkadang sembunyi dalam kabut hati.

No comments: